Apakah musibah itu sebagai ujian
untuk meninggikan derajat hamba? Ataukah musibah sebagai siksa (azab)? Atau
hukuman yang disegerakan di dunia? Ketiga kemungkinan itu bisa ada. Sehingga
dengan mengetahui hikmah musibah tersebut seharusnya membuat kita giat dan
berusaha keras untuk bersabar serta meraih pahala lewat ujian.
1- Musibah yang menimpa sebagaimana
yang menimpa para Nabi dan Rasul. Misalnya dengan ditimpakan penyakit dan tidak
diberikan keturunan. Maksud musibah seperti ini adalah untuk meninggikan
derajat, memperbesar pahala, dan sebagai qudwah (teladan) bagi yang lainnya
untuk bersabar.
Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang
tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,
يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
“Wahai Rasulullah, manusia manakah
yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الأَنْبِيَاءُ
ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya
dan semisalnya lagi.” (HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi
no. 2783, Ahmad 1: 185. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib
no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih).
2- Musibah bisa jadi pula sebagai
sebab dihapuskannya dosa, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
مَنْ
يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ
“Barang siapa yang melakukan
keburukan (baca:maksiat) maka dia akan mendapatkan balasan karena keburukan
yang telah dilakukannya”(QS An Nisa: 123).
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَمَا
أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa
kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَا
يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ ؛ وَلَا نَصَبٍ ؛ وَلَا هَمٍّ ؛ وَلَا حَزَنٍ ؛
وَلَا غَمٍّ ؛ وَلَا أَذًى – حَتَّى الشَّوْكَةُ يَشَاكُهَا – إلَّا كَفَّرَ
اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah menimpa seorang mukmin
berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada
pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang)[1],
kesusahan hati[2] atau sesuatu yang menyakiti[3] sampai pun duri yang menusuknya melainkan
akan dihapuskan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)
3- Musibah bisa jadi adalah hukuman
yang disegerakan (baca: siksaan atau adzab) di dunia disebabkan tumpukan
maksiat dan tidak bersegera untuk bertaubat.
Dari Anas bin Malik, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا
وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى
يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Jika Allah menginginkan kebaikan
pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki
kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat
hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan
shahih kata Syaikh Al Albani).