Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan
radhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
من
يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah kehendaki
baginya kebaikan maka Dia akan memahamkan baginya agama (Islam).” [1]
Hadits yang mulia ini menunjukkan agungnya kedudukan ilmu agama dan keutamaan yang besar bagi orang yang mempelajarinya, sehingga Imam an-Nawawi dalam kitabnya Riyadhush Shalihin [2], pada pembahasan “Keutamaan Ilmu” mencantumkan hadits ini sebagai hadits yang pertama.
Imam an-Nawawi berkata: “Hadits ini
menunjukkan keutamaan ilmu (agama) dan keutamaan mempelajarinya, serta anjuran untuk
menuntut ilmu.” [3]
Imam Ibnu Hajar al-’Asqalaani
berkata: “Dalam hadits ini terdapat keterangan yang jelas tentang keutamaan
orang-orang yang berilmu di atas semua manusia, dan keutamaan mempelajari ilmu
agama di atas ilmu-ilmu lainnya.” [4]
1.
Ilmu
yang disebutkan keutamaannya dan dipuji oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya adalah
ilmu agama. [5]
2.
Salah
satu ciri utama orang yang akan mendapatkan taufik dan kebaikan dari Allah
Ta’ala adalah dengan orang tersebut berusaha mempelajari dan memahami petunjuk
Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam agama Islam. [6]
3.
Orang
yang tidak memiliki keinginan untuk mempelajari ilmu agama akan terhalangi
untuk mendapatkan kebaikan dari Allah Ta’ala. [7]
4.
Yang
dimaksud dengan pemahaman agama dalam hadits ini adalah ilmu/pengetahuan tentang hukum-hukum agama yang
mewariskan amalan shaleh, karena ilmu yang tidak dibarengi dengan amalan shaleh
bukanlah merupakan ciri kebaikan. [8]
5.
Memahami
petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar
merupakan penuntun bagi manusia untuk mencapai derajat takwa kepada Allah
Ta’ala. [9]
6.
Pemahaman
yang benar tentang agama Islam hanyalah bersumber dari Allah semata, oleh
karena itu hendaknya seorang muslim disamping giat menuntut ilmu, selalu berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala
agar dianugerahkan pemahaman yang benar dalam agama. [10]
***
Footnote:
[1] HSR al-Bukhari (no. 2948) dan
Muslim (no. 1037).
[2] 2/463- Bahjatun Naazhiriin.
[3] Syarah Shahih Muslim (7/128).
[4] Fathul Baari (1/165).
[5] Lihat keterangan Syaikh Muhammad
bin Shaleh al-’Utsaiman dalam kitab al-Ilmu (hal. 9).
[6] Lihat kitab Miftaahu Daaris
Sa’aadah (1/60).
[7] Lihat kitab Fathul Baari (1/165)
dan Miftaahu Daaris Sa’aadah (1/60).
[8] Lihat kitab Miftaahu Daaris
Sa’aadah (1/60).
[9] Lihat kitab Syarah Shahih Muslim
(7/128) dan Faidhul Qadiir (3/510).
[10] Lihat Bahjatun Naazhiriin
(2/463).
Created with the Personal Edition of
HelpNDoc: Easily create Web Help sites