“Jika Allah menginginkan kebaikan
pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki
kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat
hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan
shahih kata Syaikh Al Albani).
Juga dari hadits Anas bin Malik,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا
ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya pahala besar karena
balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka
Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang
akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan
murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani).
Faedah
dari dua hadits di atas:
1- Musibah yang berat (dari segi
kualitas dan kuantitas) akan mendapat balasan pahala yang besar.
2- Tanda Allah cinta, Allah akan
menguji hamba-Nya. Dan Allah yang lebih mengetahui keadaan hamba-Nya. Kata
Lukman -seorang sholih- pada anaknya,
يا
بني الذهب والفضة يختبران بالنار والمؤمن يختبر بالبلاء
“Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas
dan perak diuji keampuhannya dengan api sedangkan seorang mukmin diuji dengan
ditimpakan musibah.”
3- Siapa yang ridho dengan ketetapan
Allah, ia akan meraih ridho Allah dengan mendapat pahala yang besar.
4- Siapa yang tidak suka dengan
ketetapan Allah, ia akan mendapat siksa yang pedih.
5- Cobaan dan musibah dinilai
sebagai ujian bagi wali Allah yang beriman.
6- Jika Allah menginginkan kebaikan
pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia dengan diberikan musibah
yang ia tidak suka sehingga ia keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari
dosa.
7- Jika Allah menghendaki kejelekan
padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan
ditunaikan pada hari kiamat kelak. Ath Thibiy berkata, “Hamba yang tidak
dikehendaki baik, maka kelak dosanya akan dibalas hingga ia datang di akhirat
penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa karenanya.” (Lihat Faidhul Qodir, 2:
583, Mirqotul Mafatih, 5: 287, Tuhfatul Ahwadzi, 7: 65)
8- Dalam Tuhfatul Ahwadzi
disebutkan, “Hadits di atas adalah dorongan untuk bersikap sabar dalam
menghadapi musibah setelah terjadi dan bukan maksudnya untuk meminta musibah
datang karena ada larangan meminta semacam ini.”
Jika telah mengetahui faedah-faedah
di atas, maka mengapa mesti bersedih? Sabar dan terus bersabar, itu solusinya.
Semoga Allah memberi kita taufik
dalam bersabar ketika menghadapi musibah. Wallahul muwaffiq.
—
@ Mabna 27, kamar 201, Jami’ah Malik
Su’ud, Riyadh-KSA
Renungan di malam hari sebelum
tidur, 24 Rabi’ul Awwal 1434 H
![]() |
Add caption |