BEKAL MENUJU AKHIRAT

Bekal apakah yang perlu kita siapkan di dalam perjalanan menuju akhirat ini?! Jawabannya, ada beberapa bekal yang perlu sekali kita siapkan sejak sekarang untuk perjalanan menuju kampung akhirat, di antaranya:
• Pertama: Iman dan Tauhid
Ini merupakan bekal yang paling utama karena ia adalah kunci semua kebahagiaan dan kebaikan di dunia dan di akhirat.

«مَنْ لَقِيَ اللهَ لَايُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ».
“Barang siapa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya maka dia akan masuk surga. Adapun siapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan menyekutukan Allah maka akan masuk neraka.” (HR Muslim)
Oleh karenanya, agungkanlah tauhid di dalam hatimu dan lestarikanlah ia hingga ajal menjemputmu. Inilah sebuah isyarat isi kandungan al-Qur‘an yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan an-Nas yang berisi tauhid sebagai sinyal sebagaimana kita membuka hidup ini dengan tauhid maka tutuplah dengan tauhid. Ya Allah, matikanlah kami di atas tauhid.

• Kedua: Ilmu
Selama berkelana dan mengembara di dalam perjalanan hidup ini, kita membutuhkan bekal ilmu yang membuahkan keyakinan. Coba kita bayangkan, jika kita pergi menuju suatu tujuan tanpa mengetahui alamat yang kita tuju, rute perjalanannya, dan sebagainya, apa yang terjadi? Mungkin kita akan tersesat, atau gampang ditipu orang, atau minimal terombang-ambing di dalam kebingungan.
Demikian pula di dalam perjalanan menuju akhirat, jika kita tidak memiliki lentera ilmu agama maka akan tersesat, mudah ditipu orang, dan terombang-ambing di dalam kebingungan.
Maka dari itu, bersemangatlah—hai saudaraku—memperbanyak bekal ilmu agama yang dibangun di atas al-Qur‘an dan as-Sunnah karena ia akan menjadi lentera yang menyinari perjalananmu hingga ke surga yang penuh dengan kenikmatan.
«مَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ».
“Barang siapa menempuh perjalanan dalam rangka menuntut ilmu agama, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Muslim)
• Ketiga: Amal Shalih
Amal shalih adalah bekal utama yang bisa diandalkan untuk suatu hari yang pada waktu itu tidak bermanfaat harta, jabatan, dan anak, kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang jernih.
Namun, perlu diketahui bahwa suatu amal kebajikan baru disebut “amal shalih” jika memenuhi dua syarat:
Pertama: Ikhlas mengharapkan pahala Allah.
Kedua: Ittiba’ yaitu meneladani Rasulullah dan bukan ibadah dengan perasaan dan hawa nafsu sendiri.
Amalan kebajikan tanpa ikhlas maka sia-sia, seperti debu-debu yang beterbangan. Sementara itu, amal kebajikan tanpa ittiba’ juga sia-sia hanya memberatkan, seperti pengembara yang memenuhi tasnya dengan batu, memberatkan tanpa faedah yang berarti.
Maka bersemangatlah untuk beramal kebajikan. Jangan pernah meremehkan sebuah amal kebajikan—sekecil apa pun—karena kita tidak tahu amal manakah yang diterima di sisi Allah, siapa tahu amal yang kita anggap remeh justru itu yang menjadikan faktor kita meraih ampunan Allah dan surga-Nya; seperti hadir di majelis ilmu, salam dan jabat tangan, membantu orang, menyingkirkan gangguan dan lain sebagainya.
• Keempat: Taqwa
Taqwa adalah sebaik-baik bekal yaitu dengan selalu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah kapan pun dan di mana pun serta bagaimanapun kondisinya. Tinggalkanlah dosa, hai saudaraku, karena dosa adalah racun yang menjadikanmu selalu dirundung kegelisahan dan kesengsaraan. Allah berfirman:
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.” (QS al-Baqarah [2]: 197)
Maka dari itu, hai saudaraku yang masih lalai dan bergelimang dosa, sesalilah dosa-dosa kita sebelum kita akan menyesal selamanya. Bertaubatlah sekarang juga sebelum ajal datang!
⬇️
• Kelima: Sabar
Bekal ini sangat penting dalam perjalanan menuju kampung akhirat karena perjalanan ini panjang, melelahkan, dan banyak rintangan yang menghadang (sebagaimana lazimnya perjalanan/safar di dunia); *macet, sumpek, lelah,* kecopetan, kerusakan kendaraan, dan sebagainya. Rasulullah pernah bersabda:
«السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ».
“Safar adalah bagian dari siksaan.”
Maka marilah kita hadapi semua ujian dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Perumpamaan seorang mukmin ibarat pohon, senantiasa angin menerpanya. Demikian pula cobaan senantiasa senantiasa menerpa seorang mukmin.
-
📝 Ustadz Abu Ubaidah As Sidawi hafizhahullah